Buenos Aires (ANTARA News) – Argentina bereaksi dengan tangisan, teriakan dan kekerasan setelah mimpi membawa pulang Piala Dunia ketiganya lenyap Senin dini hari lalu,  di saat bentrok antara hooligan (perusuh) dan polisi mengakhiri pesta jalanan besar-besaran.

Puluhan ribu orang berbondong-bondong ke Obelisk di Buenos Aires yang adalah monumen di mana mereka biasanya merayakan pesta dan pawai, dengan mengibarkan bendera, menyalakan kembang api dasn bernyanyi memuja pahlawan nasional Lionel Messi dan Tim.

Meskipun kalah 1-0 dari Jerman pada babak pertambahan waktu, anak-anak muda Argentina menaiki tiang rambu lalu lintas dan halte bis, lalu menari dan menyanyi diiringi drum.

Namun setelah beberapa jam berpesta, ribuan fans fanatik yang lebih dikenal dengan barrabravas di Argentina mulai melemparkan benda-benda kepada polisi anti huru hara yang menjaga kerumunan orang yang merespons dengan menembakkan peluru karet, gas air mata, dan meriam air.

Kerusuhan tersebut membuat beberapa keluarga mengungsikan anak-anak mereka ke restoran dan lobi hotel.

Sebagian besar kerumunan bubar begitu kabur akibat gas air mata memenuhi area itu, sehingga hanya meninggalkan beberapa demonstran yang tetap ingin memprovokasi polisi. Delapan polisi terluka dalam kerusahan tersebut dan 40 orang ditangkap, lapor media.

Akhir yang pahit

Bentrokan itu berbalikkan dengan suasana lebih positif terhadap akhir pahit Piala Dunia. "Ini tetap Piala Dunia yang bagus. Maju ke babak final melawan Jerman bukan hal buruk. Saya bangga dengan tim," kata Leandro Paredes, tukang batu, 27 tahun.

"Kami tidak berencana balas dendam (atas kekalahan Argentina dari Jerman pada final Piala Dunia 1990), namun saya melihat sebelas pejuang bermain di final ini."

Analia Ciglutti menyaksikan  pertandingan dengan 50.000 orang Argentina dalam layar lebar di Plaza San Martin, Buenos Aires.

"Kami tidak beruntung, namun mereka telah memberikan yang mereka bisa dan sekarang kami runner-up,"  kata arsitek berusia 31 tahun itu seperti dikutip AFP.

Martin Ramirez (20 tahun) belum lahir ketika Diego Maradona memimpin Argentina menjuarai Piala Dunia 1986.

Dia berkata, pertandingan Senin dini hari itu sangat berat.  "Saya pikir saya akan melihat kami menjadi juara dunia untuk pertama kalinya," kata dia.

Ketika peluit babak final ditiup, para penonton mengelu-elukan Messi dan tim dan mereka cukup terhibur karena mengetahui mereka setidaknya di atas tuan rumah Brasil yang menempati urutan keempat.

Para pendukung Argentina terus mengejek Brasil dengan menyanyikan lagu, Brasil, decime que se siente, tener en casa a tu papá (Brasil, beri tahu aku bagaimana rasanya didatangi ayahmu di rumahmu).

Yang lainnya bernyanyi, "Saya orang Argentina, ayo Argentina, setiap hari aku semakin mencintaimu."

Hilang peluang balas dendam

Daniela Eula, 21 tahun, seorang sales retail berkata "kecewa tetapi tidak sedih."

"Mereka kalah terhormat, tidak seperti 4-0 di Afrika Selatan," katanya mengacu kekalahan pahit melawan Jerman pada perempat final Piala Dunia 2010. "Mereka bisa menegakkan kepala," katanya seperti dikutip AFP.

Yang paling banyak kecewa adalah para remaja. Mereka duduk-duduk di pinggir trotoar dengan perasaan masih terguncang, mata mereka merah karena menangis, atau berjalan dengan memegang kepala mereka.

Sementara itu di sebuah restoran pizza berubah menjadi tempat nonton barenga di mana warga komunitas Jerman di ibukota berkumpul menyaksikan tim mereka menang, memborong 100 liter bir sebelum babak pertama usai.

Pada akhir pertandingan mereka saling menyiram bir,  melompat dan menyanyikan "Deutschland, Deutschland!"

Duta Besar Jerman Bernhard Graf von Waldersee yang ada di tengah kerumunan orang-orang itu, hanya bilang "permainan yang hebat" sebelum petugas mengamankan dia dari kerumunan pendukung Argentina yang lagi marah.

"Kurang Ajar!" seorang wanita berteriak lantang dan poilsi segera mengamankannya.

Masih dicermati seperti apakah penerimaan terhadap saat mereka tiba kembali di tanah air, dan meskipun mengaku bangga atas penampilan timnas, ada kekecewaan besar terhadap kinerja timnas.

Koran Clarin memberitakan di websitenya: "Mimpi Argentina karam di babak perpanjangan waktu."





Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014