Jakarta (ANTARA News) - Brasil dan Kolombia sampai ke perempat final dengan atmosfer hati yang berbeda. Kolombia menapak babak ini dengan gembira dan ringan, sedangkan Brasil mesti menanggung beban yang kian berat dari pertandingan ke pertandingan.

Bagaimana tidak, ekspektasi 200 juta penduduk Brasil agar timnas juara di negerinya sendiri malah membuat para pemain Brasil tertekan sehingga hanya Neymar yang bisa tampil lepas dan cemerlang.

Brasil dikepung keraguan bakal menang setelah melewati awal lebih sulit dari yang diperkirakan, bahkan nyaris dikalahkan Chile pada 16 Besar. Sebaliknya, Kolombia melenggang penuh percaya diri setelah memenangi empat laga sebelumnya dengan mencetak sebelas gol atau hampir tiga gol setiap pertandingan.

Kolombia merebut tiket perempat final setelah menang meyakinkan 2-0 dari Uruguay tanpa melewati perpanjangan waktu, sebaliknya Brasil lolos ke babak yang sama lewat adu penalti melawan Chile yang menguras emosi pemain mereka, sampai beberapa dari mereka menitikkan air mata. Tapi tangisan ini membuat sebal beberapa kalangan.

"Tim menangis ketika mereka menyanyikan lagu kebangsaan, ketika mereka terluka, ketika mereka adu penalti! Yang benar saja..Berhenti menangis! Cukup!", kata Carlos Alberto, mantan kapten timnas Brasil yang menjuarai Piala Dunia 1970, seperti dikutip BBC.com.

Alberto menyebut air mata hanya boleh menetes pada 13 Juli nanti di Maracana saat partai final digelar.

Beban berat yang dipikul Brasil membuat pelatih Luiz Felipe Scolari mendatangkan psikolog Regina Brandao untuk membantu mengatasi tekanan mental pada pemain-pemainnya.

Sebenarnya Brasil tidak perlu setertekan itu, karena menghadapi Kolombia mereka punya statistik yang berpihak kepadanya, baik saat melawan Kolombia maupun saat tampil di negeri sendiri.

Bayangkan, dari 25 pertemuan sebelumnya antara kedua negara, Brasil hanya kalah satu kali, itu pun sudah lama sekali, 23 tahun lalu. Brasil juga tidak terkalahkan pada 41 laga kandang sejak dikalahkan Paraguay 12 tahun silam.

Namun, Kolombia boleh berbangga pada catatan empat pertemuan terakhirnya dengan Brasil.  Semuanya berakhir seri dengan tiga diantaranya seri 0-0.

Terakhir mereka bertemu di New York pada November 2012 dengan hasil akhir 1-1 berkat gol Juan Cuadrado dan Neymar.

Geser ke 3-5-2

Menjelang laga di Estadio Castelao, Fortaleza, Sabtu dini hari nanti itu, Kolombia tidak menghadapi masalah cedera pemain dengan semua pemain siap diturunkan, termasuk Mario Yepes yang sempat diberitakan tidak bugar dan Jackson Martinez yang cemelarang saat melawan Uruguay.

Sebaliknya, pada laga yang akan menjadi arena pembuktikan antara Neymar dan James "King James" Rodriguez itu, Brasil ditimpa rumor tidak bugarnya Neymar kendati kemudian tim kesehatan Selecao menjamin bintang Barcelona itu akan fit pada waktunya.

Masalah besar Brasil lainnya adalah absennya Luiz Gustavo karena akumulasi kartu, padahal dia akan ditugasi menjinakkan James Rodriguez. Paulinho kemungkinan akan mengisi tempat Gustavo.

Mengutip AFP, ketiaadaan Gustavo akan mendorong Scolari mengadopsi kembali formasi 3-5-2 yang terbukti ampuh mengantarkan Brasil menjadi juara Piala Dunia 2002.

Formasi ini  membuat para full back lebih sering membantu penyerangan, namun jika bertahan pada formasi 4-2-3-1 seperti sekarang, Scolari mungkin akan menambah bek, entah Dante atau Henrique.

Berbalikkan dengan Brasil, pelatih Kolombia Jose Pekerman tampaknya akan menurunkan skuat sama dengan skuat yang mengalahkan Uruguay pada 16 Besar.

Selain karena Pekerman tak ingin terburu-buru mengubah tim pemenang, Kolombia juga percaya pertahanan dan serangan mereka sama kuat kuatnya sehingga tak ada yang harus diubah.  Sebelas gol dan kemasukkan dua gol adalah buktinya.

Dengan bekal itu mereka yakin bisa melibas Brasil karen percaya mereka kini tidak lebih rendah dari Brasil, bahkan bisa mengejutkan, kendati mereka tidak bergelimang pemain bintang seperti Brasil.

Masalahnya, bintang tidak selalu menjadi jaminan sukses pada Piala Dunia. Kosta Rika dan Kolombia adalah buktinya.

"Kompetisi menjadi menarik karena tim yang kurang bintang bisa mengganggu keseimbangan tim lainnya," kata Pekerman seperti dikutip AFP.

Namun, Pekerman mesti mencamkan fakta ini bahwa dari 17 Piala Dunia yang sudah diselenggarakan, baru enam tim tuan rumah yang gagal ke semifinal. Itu pun, bukan tuan rumah yang difavoritkan juara seperti Brasil sekarang.

Mengutip The Independent, keenam tuan rumah yang gagal ke semifinal Piala Dunia adalah Prancis pada Piala Dunia 1938, Swiss pada 1954, Meksiko 1970, Spanyol 1982, Meksiko 1986, Amerika Serikat 1994, dan Afrika Selatan pada Piala Dunia 2010.



Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014