Brasilia (ANTARA News) - Sekelompok anak muda tampak bergerak lincah di sebuah taman di komplek stadion Mane Garrincha, Brasilia beberapa waktu lalu.

Mereka sedang menggelar atraksi capoeira, tarian khas Brasil sebagai hiburan bagi para penonton yang akan menyaksikan pertandingan sepak bola Piala Dunia 2014.

Dikelilingi para penonton yang membentuk lingkaran, salah seorang dari mereka, meliuk-liukan badan, memutar dan kemudian melancarkan tendangan ke udara, seperti tendangan taekwondo.

Gerakannya diiringi oleh beberapa alat musik pukul dengan nada dan lagu khas capoeira untuk mengatur ritme, gaya dan energi saat meliuk-liukkan badan.

Sementara seorang rekannya, memasang kuda-kuda, siap untuk mempertahankan diri dari serangan dan sekaligus mencari kesempatan untuk menyerang, juga dengan menggunakan tendangan keatas.

Selama Piala Dunia 2014, capoeira merupakan salah satu atraksi untuk menghibur penonton, sebelum mereka memasuki stadion.

Selain di lokasi stadion, para penari capoeira juga mengambil tempat di tempat-tempat keramaian, seperti taman di tengah kota, atau halaman pusat perbelanjaan.

Jika diperhatikan secara seksama, gerakan-gerakan capoeira jarang sekali menggunakan tangan dan lebih didominasi oleh tendangan-tendangan melingkar.

Menurut kisah, gerakan tangan jarang digunakan karena dulunya berasal dari para budak yang dalam posisi terikat oleh rantai.

Campuran antara seni bela diri, tarian dan sekaligus pertarungan yang berasal dari Brasil itu, sekarang sudah berkembang ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.



Dikembangkan Budak

Menurut sejarah, capoeira dikembangkan oleh para budak asal Afrika yang dibawa ke Brasil oleh penjajah Portugis pada 1500-an. Mereka dibawa ke Brasil untuk diperkerjakan di ladang-ladang tebu yang saat itu menjadi komoditas utama.

Kekejaman penjajah menimbulkan keinginan budak-budak tersebut untuk memberontak, sehingga mereka pun mencoba untuk mengembangkan teknik-teknik bagaimana caranya membebaskan diri.

Suku bangsa di Afrika dikenal mempunyai banyak jenis tari-tarian dan mereka pun secara sembunyi-sembunyi berlatih bela diri.

Namun musik dan nyanyian hanyalah cara untuk menyamarkan bahwa yang mereka kembangkan sebenarnya adalah bela diri, terutama untuk gerakan menyerang dan mengelak.

Kesempatan untuk melarikan diri pun tiba pada 1624-1630 ketika terjadi invasi kolonial Belanda yang sempat menghancurkan perkebunan gula.

Setelah berhasil kabur dari perkebunan yang selama ini membelenggu, mereka kemudian bersembunyi di hutan dan membentuk sebuah perkampungan dan membentuk struktur sosial dan politik seperti suku asli di Afrika.

Seiring dengan perjalanan waktu, capoeira sekarang ini tidak lagi sekedar seni bela diri, tapi sudah diakui sebagai aset nasional berupa tarian, olahraga, permainan sekaligus sebuah ekspresi seni akan kemerdekaan.

Capoeira yang semula hanya dimainkan oleh para budak, secara perlahan mulai menarik perhatian kaum kulit putih dan dipelajari secara massal.

Secara perlahan, capoeira tidak hanya menjadi warisan budaya Brasil yang membanggakan, tapi juga salah satu identitas negara itu untuk seni bela diri, tari dan musik.

Di Indonesia, capoeira semakin populer setelah International Sinha Bahia de Capoeira (ISBC) sebuah perguruan Capoeira bersertifikat international yang bekerjasama dengan Kedutaan Brasil di Jakarta, menggelar Capofest pada 2009.

Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014