Itu merupakan salah satu tekel yang keras. Saya yakin ada niat oleh pemain Kolombia untuk menyebabkan beberapa kerugian terhadap lawannya...Saya tidak berpikir (tekel) itu normal dalam sepak bola
Jakarta (ANTARA News) - Menghadapi kasus Neymar yang mengalami cedera retak tulang belakang ketika laga Brasil versus Kolombia di perempat final Piala Dunia 2014 pada Jumat (4/7), menyeret pernyataan dan mencetuskan pertanyaan, cukupkah bersikap netral-netral saja ketika menyaksikan bahwa ada situasi ambang batas manakala Selecao  begitu mahal membayar tiket ke semifinal?

Faktanya, Neymar mengalami cedera retak tulang, dan tak lagi bisa tampil lagi di Piala Dunia. Faktanya, pemain Barcelona itu perlu absen lima sampai enam bulan ke depan.

Faktanya, bek timnas Kolombia, Juan Zuniga melompat untuk memenangi perebutan bola dengan Neymar. Dan buum...Neymar terkapar di lapangan setelah lutut kanan Zuniga menghantam punggung bagian bawah sosok "jimat Brasil" itu.

Zuniga pun dituding sebagai biang kerok dari nestapa timnas Brasil. Pelatih Luiz Felipe Scolari kini ekstra keras memutar otak untuk mencari pengganti Neymar.

Disebut-sebut Whilian bakal menempati posisi itu, hanya saja warta terakhir menyebutkan bahwa Whilian mengalami cedera. Zuniga pun makin "dibully" sebagai awal dari kerumitan di kubu Brasil.

Publik Brasil bereaksi mengobarkan "people power" setelah menyaksikan aksi "terjangan" Zuniga di Estadio Castelao, Fortaleza, Jumat.

Mereka bakal menyimpan memori tak terlupakan bahwa "pada menit ke-84, Zuniga menerjang Neymar". Implikasinya, mari kobarkan "people power" untuk mendukung sepenuhnya skuad asuhan Scolari agar kali ini tidak cukup mengambil sikap netral-netral saja. Mengapa?

Bersikap netral, dalam alam pikir masyarakat Brasil yang mayoritas memeluk agak Kristen, berarti pasif terhadap kenyataan.

Bersikap netral sama artinya  turut melanggengkan realitas kemiskinan meskipun realitas itu menyimpan ketidakadilan, ketidakberesan, bahkan kebobrokan di segala lini kehidupan, termasuk lini sepak bola sebagai "agama" kontemporer masyarakat Samba itu.

Dalam perjalanan masyarakat Brasil, umumnya gereja Amerika Latin menjalin hubungan mesra dengan kelompok elite kaya dan berkuasa. Para pejabat Gereja setempat mengambil jarak terhadap kelompok besar umat yang miskin di sana.

Sementara itu, kelompok elit berkocek tambun menggunakan Gereja untuk menjaga previlese dan membela kepentingan mereka.

Serta merta, masyarakat Brasil yang mayoritas miskin dengan masih menjamurnya fenomena "favelas" (gubuk-gubuk orang miskin)  menjadi peka dengan segala bentuk ketidakadilan. Mereka mencari kemudian menemukan soluasinya justru ada dalam perjuangan massal bernama "people power".

Mereka melantunkan larik demi larik syair tembang mengenai penghiburan  di tengah hidup yang makin pengap. Mereka kemudian menantikan kedatangan "Ratu Adil" dalam sepak bola.

Banyak anak-anak muda Brasil menaruh harap bahwa suatu ketika nanti menjadi pemain bola yang terkenal dan memperoleh banyak uang. Mereka menggantungkan asa seperti Neymar yang kini bermain di Barcelona, sebuah klub superkaya seantero jagad.

Di sanubari mereka, Neymar adalah produk asali Brasil. Di nurani mereka, Neymar bukan produk  dari sistem ekonomi kapitalisme Barat yang membuat Amerika Latin layaknya jongos di negeri sendiri.

Sampai-sampai Konferensi uskup-uskup Amerika Latin yang digelar di Medellin, Kolombia pada tahun 1968, melukiskan situasi Amerika Latin sebagai situasi yang dijerat baik oleh kolonialisme maupun neokolonialisme.

Wajah kemiskinan di Brasil meletupkan asa perjuangan melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Salah satu noktahnya kini ada dalam aksi protes keras fans Samba terhadap aksi "brutal" Zuniga yang asal Kolombia juga.

Kini, Zuniga yang membela klub Serie A, Napoli menjadi bulan-bulanan amuk massa pendukung Brasil di Twitter.  "Zuniga lebih baik memiliki helikopter di atas hotelnya atau dia akan dimakan-makan hidup oleh semua orang Brasil," @HeshamHov.

"Saya berharap mereka menempatkan pengamanan tambahan di hotel Kolombia dan juga Zuniga sampai mereka pergi. #AnimsNeymar,"@ad2aa. "Zuniga, saya berharap autoritas Brasil menyangka Anda di hotel dan menjebloskan Anda ke penjara," @memo.

Luapan kemarahan fan Brasil itu justru bersumber dari kenangan manis akan kehebatan Naymar, bahwa pemain kesayangan mereka itu telah melakukan 21 kali solo run ke pertahanan lawan, Hulk cuma punya 10 kali, bahkan Fred tidak melakukannya. Soal upaya tembakan ke gawang lawan? Neymar menorehkan catatan 3,8 tembakan perlaga berbanding 3.3 milik Hulk dan 2,5 yang kini dimiliki Fred.

Neymar bukan sebatas legenda, melainkan ikon dari asa setiap warga Brasil untuk mengobarkan "people power" ketika menghadapi ketidakadilan dan kebobrokan hidup.

Di laga bola sebagai laga kehidupan, pecinta Selecao kerapkali dirundung kekhawatiran setelah bomber timnas Brasil itu mengalami cedera paha akibat tekel gelandang Cili, Charles Aranguiz, di awal perdelapan final pekan lalu.

Didera oleh kekhawatiran demi kekhawatiran, cinta publik Brasil akan Neymar tak lekang terkena terik panas matahari.

Ia memang tidak bersinar ketika membela Barcelona (hanya mencetak 15 gol dalam 41 laga) sepanjang musim kompetisi 2013/2014. Cinta fans Selecao membuncah, karena Neymar telah mengemas masing-masing dua gol ke gawang Kroasia (Brasil menang 3-1) serta Kamerun (4-1).

Kekecewaan fans Brasil itu lantas diwadahi dan dipampatkan dalam judul sebuah tulisan karya pengamat bola Graham MacAree dalam situs Bleacher Report. "Losing Neymar is completely unfair" (Kehilangan Neymar sungguh tidak fair).

Ia menggarisbawahi bahwa tidak ada seorang pun dari pecinta bola sejagad yang merasa senang dengan petaka yang menimpa Neymar, sampai-sampai ia absen dalam Piala Dunia 2014 ini.

Bukan hanya fans Brasil, tetapi seluruh penduduk dunia kehilangan aksi menawan pemain muda bertalenta unjuk kebolehan di turnamen empat tahunan itu. Kini mata dunia terarah kepada Zuniga yang menyebabkan Neymar tidak bisa tampil membela skuad Selecao.

Gayung bersambut, FIFA menyatakan bakal menganalisa insiden pelanggaran bek Kolombia, Zuniga, terhadap bintang Brasil, Neymar. "Komite Disiplin akan menganalisis masalah ini. Semangat fair play sangat penting dan kami ingin menghindari hal-hal sulit seperti ini di dalam lapangan,"  kata juru bicara FIFA, Delia Fischer.

"Itu merupakan salah satu tekel yang keras. Saya yakin ada niat oleh pemain Kolombia untuk menyebabkan beberapa kerugian terhadap lawannya...Saya tidak berpikir (tekel) itu normal dalam sepak bola. Saya tidak tahu apakah dia merencanakan ini sebelumnya, tetapi saya yakin tekel itu sangat agresif dan sangat keras," katanya menegaskan.

Disinyalir bahwa aksi tekel Zuniga mencederai semangat fair play dan ada keyakinan bahwa tekel itu dilakukan sangat agresif dan sangat keras. Zuniga kenyataannya telah berbuat, meski permintaan maaf itu dilontarkan setelah peristiwa mengerikan itu ia lakukan kepada Neymar.

"Meskipun saya merasa bahwa situasi ini adalah bagian normal dalam pertandingan, tidak ada niat untuk melukai, melakukan kejahatan atau kelalaian dari pihak saya...Saya ingin mengungkapkan penyesalan saya kepada Neymar yang saya kagumi, hormati dan anggap sebagai salah satu pemain terbaik di dunia," kata Zuniga.

Hai Zuniga, perbuatanmu terhadap Neymar memenuhi apa yang dinubuatkan dalam pepatah Latin klasik "facis de necessitate virtutem", yang artinya engkau membuat sebuah kebaikan dari suatu kekurangan bahkan kebobrokan atau ketidakberesan.

Dalam kosa kata FIFA, tindakan itu melawan semangat fair play, karena tekel yang dilakukan Zuniga terhadap Neymar bukan hal yang normal dalam sepak bola.

Kebaikan untuk siapa? Sejauh ini, Brasil punya satu pertandingan, yaitu laga semifinal melawan Jerman, yang akan digelar di Estadio Mineirao, Belo Horizonte, pada 8 Juli 2014.

Brasil masuk semifinal setelah menang 2-1 atas Kolombia. Serta merta, asisten pelatih Jerman Hansi Flick mengungkapkan cedera Neymar mencetuskan penyesalan mendalam. "Neymar pemain besar," katanya di sela-sela latihan tim Jerman di Santo Andre, Brasil.

Kini, saatnya mengobarkan "people power" pasca cederanya Neymar, bukan dalam tindakan serba menghancurkan, melainkan perilaku yang membebaskan (liberating praxis).

Kalau sepak bola telah mewujud dalam perjuangan melawan ketidakadilan, maka jawaban satu-satunya yakni memberi dukungan sepenuhnya kepada skuad asuhan Scolari untuk memohon energi pengharapan karena sepak bola adalah sumur harapan yang tak pernah kering dari kemarau panjang.

Masih mau bersikap netral-netral saja menghadapi perilaku fair play yang menimpa Neymar?
(T.A024)  
  

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014