Jakarta (ANTARA News) - Laga Brasil kontra Cili dalam perdelapan final Piala Dunia 2014 memanggung sosok Jorge Sampaoli sebagai mentor dari skuad La Roja (Si Merah) yang ingin mencecap cita rasa gurihnya nilai mengakui kelebihan orang lain.

Sejak diangkat sebagai pelatih Cili pada Desember 2012, tak pernah terpikirkan bahwa pengakuan akan kelebihan orang lain mampu memotivasi tim berjuluk La Roja, sebutan bagi Cili, untuk mengguncang dominasi Brasil sebagai salah satu kampiun sepak bola global.

Pengakuan akan kelebihan orang lain lahir dari inspirasi bahwa apa yang menjadi milik pribadi juga menjadi milik bersama.

Dalam artikulasi filosof perempuan, Hannah Arendt bahwa selain ada hidup privat, dikenal bentuk hidup kedua, yaitu hidup politis. Dengan begitu, setiap warga negara dua macam eksistensi dalam hidupnya: apa yang menjadi milik pribadi, apa yang menjadi milik bersama.

Dengan kata lain, seorang individu tidak bisa eksis tanpa kehadiran orang lain, karena itu pengakuan akan kelebihan orang lain memaknai setiap hubungan antar manusia.

Di Estadio Mineirao, Belo Horizonte, pasukan Cili akan berhadapan dengan Brasil yang punya sederet prestasi menjulang, dengan catatan 40 kali laga kandang tanpa sekali pun menderita kekalahan.

Cili tidak ingin terlahir dan besar sebagai negara pas-pasan di atmosfer sepak bola sejagad. Adalah pelatih Marcelo Bielsa, yang empat tahun lalu melecut talenta-talenta muda Cili untuk tidak melupakan dan mengabaikan kekuatan lawan.

Dan Sampaoli tahu dan paham bahwa bangsa Cili dianugerahi tabiat positif bahwa rasa kekeluargaan mendorong setiap orang untuk bertanggungjawab atas keberadaan orang lain.

Siapa sesungguhnya Sampaoli? Di mata pengamat sepak bola Martin Keown, pelatih berusia 54 tahun itu senantiasa gagah berani berhadap-hadapan dengan dirinya sendiri. Pelatih Cili ini tahu akan kekuatan dimensi kontemplasi, bahwa permenungan senantiasa menghantar orang kepada pemahaman jati diri.

Siapa yang mengenal diri sendiri, maka dia dapat menghargai kelebihan dan kekurangan orang lain sepenuh-penuhnya. Sampaoli lantas menerjemahkannya dalam racikan taktik permainan yang proaktif dengan mengembangkan skema menyerang dan menyerang lawan.

"Kariernya sebagai pemain pemain terhenti pada usia 19 tahun karena ia mengalami patah tulang leher. Ia tidak berhenti, kemudia ia mulai menekuni dunia kepelatihan dengan mempelajari rincian-rindian mengenai cara membaca permainan lawan dan cara menguasai wilayah permainan. Dia mengambil kesimpulan bahwa sepak bola Eropa maju pesat salah satunya dengan mencermati kelebihan dan kekurangan lawan," kata Keown.

Sampaoli yang berkebangsaan Argentina lantas menerjemahkan nilai penghargaan atas kelebihan orang lain itu dengan menggenjot kemampuan anak-anak asuhannya dengan kerja yang serius dan profesional.

Hasil polesannya tidak mengecewakan, karena sejumlah pemain bintang terlahir dan termanifestasi oleh kentalnya minat dari sederet klub-klub Eropa untuk meminang bakat-bakal asal Cili di dunia sepak bola. Sebut saja, Arturo Vidal, Alexis Sanchez, Gary Medel, Gonzalo Jara, Jean Beausejour, Mauricio Isla, Jorge Valdivia dan Claudio Bravo.

Vidal, Sanchez dan Medel membawa negaranya finis di tempat ketiga dalam kejuaraan Piala Dunia U-20 pada 2007 di Kanada. Dari situlah, boleh dibilang bahwa Cili mengawali generasi emas di dunia sepak bola sedunia.

Dengan bermodal rataan usia pemain yakni 27,60 tahun, skuad asuhan Sampaoli memberi pengalaman bertanding yang relatif banyak. Timnas Cili telah melakoni 863 laga berskala internasional, dengan Sanchez, Medel, Beausejour, Jara dand Bravo, masing-masing telah mengantongi jam terbang selama 60 laga internasional.

Pengakuan akan kelebihan orang lain juga diwujudkan oleh Sampaoli ketika memilih pemain. Ia memanggil para pemain Cili yang berlabuh dan bermain di kompetisi di delapan negara berbeda-beda, yakni Cili (enam pemain), Italia (lima pemain), Spanyol (empat pemain), Brasil (dua pemain), Inggris (dua pemain), Belanda (satu pemain), Swiss (satu pemain), Swedia (satu pemain).

"Virus" penghargaan akan kelebihan orang lain kini juga menyerang sekujur tubuh rakyat Brasil. Mereka kini terjangkit dan tersihir oleh penampilan pemain depan Barcelona, Neymar.

Neymarzetes, begitulah orang-orang lokal di Brasil membaptis Neymar sebagai pemain pujaan hati. "Yang pertama-tama tentunya Tuhan, kemudian keluarga dan kemudian baru Neymar," kata Rayellen Andrade, perempuan berusia 17 tahun yang berkomentar mengenai sanjungan hatinya itu.

Neymarmania atau Neymarzetes bermuara dari cita rasa hati bahwa kemampuan siapa pun jua perlu mendapat penghargaan setimpal. Jelang laga kontra Cili, seluruh kota di Brasil tersihir oleh gaya penampilan Neymar, dengan potongan rambut pendek dan cat rambut berwarna pirang.

Begitu Neymar tampil di lapangan, sontak fans perempuan berteriak histeris sebagai ungkapan kekaguman tak terkira. Mereka mengoleksi berbagai suvernir, memindai riwayat hidup pemain Barcelona itu dari internet dan selalu membicarakan pemain pujaan hati mereka itu di ruang chatting.

"Impian terbesar saya yakni dapat mencium dia (Neymar) dan mengatakan bahwa saya mencintai dia. Jika dia punya masalah, maka saya akan senantiasa berada di sampingnya," kata Andrade pula.

Tentu saja Neymarmania tidak bisa lepas dari perjalanan timnas Brasil. Selecao belum pernah menelan kekalahan dalam 26 laga melawan Cili dalam rentang waktu 95 tahun, menurut catatan situs BBC.

Kehebatan Neymar bakal tersaingi oleh agresivitas permainan yang dikembangkan timnas Cili. Skema permainan pasukan Sampaoli memakan korban, salah satunya juara dunia 2010, Spanyol.

Pelatih Brasil, Luiz Felipe Scolari berkomentar bahwa, "Catatan statistik kerapkali tidak berarti apa-apa. Saya yakin bahwa pelatih (Jorge) Sampaoli sejak membesut Cili mampu menyuntikkan dinamisme baru. Para pemain mampu mengadaptasi skema permainan yang dikembangkan dan diinginkan oleh pelatih."

Pernyataan Scolari itu juga merupakan salah satu wujud dari penghargaan akan kelebihan orang lain. "Dengan pernyataan itu, saya ingin menularkan rasa percaya diri kepada seluruh anak asuhan saya," kata Felipao, nama julukan bagi Scolari.

Di agenda head-to-head, Brasil tidak terkalahkan dalam 12 laga terakhir, sepuluh kali menang, dan dua kali imbang ketika melawan Cili.

Brasil memetik tiga kali kemenangan dalam perjumpaan kedua negara di ajang Piala Dunia: menang 4-2 di Piala Dunia 1962, 4-1 di Piala Dunia 1998 dan 3-0 di Piala Dunia 2010.

Dibandingkan dengan Sampaoli, ternyata Scolari punya prestasi mencorong. Ia mampu menghantar Brasil dengan 11 kali kemenangan dari 12 laga. Sementara Neymar telah mencetak sebanyak 35 gol dalam 52 pertandingan ketika membela Brasil, mencakup 26 gol dalam 31 penampilannya di ajang internasional.

Dan masyarakat Brasil tidak lupa dengan kelebihan dan keunggulan Neymar itu. Namanya masuk dalam jajaran top-skor pencetak gol bagi timnas Brasil, Bebeto dengan 39 gol, Zico (48 gol), Romario (55 gol), Ronaldo (62 gol), dan Pele (77 gol).

Siapa pun pemenang duel antara Brasil dengan Cili paling tidak mengukuhkan nilai bahwa penghargaan atas kelebihan orang lain menjadi sasaran empuk bagi terciptanya ruang publik (public sphere) untuk mendiskusikan segala apa yang menjadi keprihatinan keseharian kehidupan mereka.

Penghargaan atas kelebihan orang lain lahir dari "teater hati" yang senantiasa menghargai dialog terus menerus tanpa menghitung-hitung statitik dari kalkulasi untung rugi.

Atau Neymar (Brasil), atau Alexis Sanchez (Cili), terpulang kepada tim yang bersedia menghargai kelebihan orang lain sebagai anugerah, bukan sebagai lawan yang perlu dibasmi.
(T.A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014